Jalan-jalan…
Jalan-jalan bagi Wid kecil, adalah mengelilingi kebun jagung,
atau ikut membuat lubang untuk menanam kacang hijau,
atau…
Ah, membonceng di belakang bapak mengendarai motor trail berplat merah,
menyusuri jalan setapak dalam hutan kecil. Iya, hutan kecil samping rumah,
tak begitu jauh dari Taman Nasional Baluran Situbondo-Banyuwangi, Jawa Timur.
Halaman kami, tempat bermain kami.
Ah, alangkah sederhananya jalan-jalan bagi seorang Wid kecil masa itu.
Time flies……….
Wid kecil berkesempatan sekolah di SD favorit di ibukota kabupaten, mengikuti kepindahan tugas bapak. Temannya sekarang berbeda. Kalau sebelumnya berteman dengan anak-anak petani, sekarang teman wid kecil dari berbagai kalangan. Tapi kebanyakan kalangan berada. Banyak anak dokter, bahkan anak dokter spesialis, anak pengusaha dan anak pejabat. Teman-teman yang berada inilah, yang sedikit demi sedikit mengubah pandangan wid kecil tentang “jalan-jalan”.
“Eh, asyik kali ya kalau bisa jalan-jalan ke TP atau Delta”. TP (Tunjungan Plaza) dan Delta (plaza) adalah dua plaza ngetop di Surabaya era 80-an. “aduh, pengen banget bisa lihat monas, Taman Mini,….”.
Nah, impian-impian ini tentu “hasil” mendengarkan cerita teman-teman yang “the have” itu. Tapi itu hanya sebatas impian masa itu. Bapak hanya PNS yang sederhana, kami hidup sangat bersahaja. *astaga mau bilang kere aja kok susah amat, sih!
Perjalanan nasib siapa yang tahu? Tiba-tiba sebagaian impian berperjalanan wid kecil menjadi kenyataan. Jalan-jalan ke Surabaya, ibukota propinsi yang letaknya dua ratus limapuluhan kilometer dari kota wid kecil, tiba-tiba saja terwujud. Bukan… bukan karena bapak tiba-tiba ketiban rejeki nomplok lalu mampu membawa kami ke sana. Kebetulan Wid kecil masuk dalam satu tim sekolah untuk suatu lomba. Menang di tingkat kabupaten, tim tediri dari puluhan bocah itu harus berlaga di Surabaya. Kota besar nan gemerlap, di mata Wid kecil masa itu.
Waktu berlalu amat cepat
Wid kecil kini telah menjelma menjadi Bunda
Bunda dua anak yang sedang haus-hausnya melihat dunia
Wid kecil, dulu
Kini aku
Baca juga : Menyusuri kampung batik di Solo
Travelling Impian
Awalnya, keluarga kecil kami tak punya kebiasaan berperjalanan ke tempat yang jauh. Maklum, sebagai PNS di kota kecil yang kerap dijuluki “kota pensiunan” (saking sepi dan lambatnya laju perekonomiannya), bepergian jauh terasa terlalu mengguncangkan dompet. Maka, jalan-jalan kami waktu itu hanya ke tempat-tempat dekat rumah. Weekend cukup di alun-alun kota, atau piknik di hutan kota atau hutan pinus perhutani sedikit dipinggiran kota. Apalagi waktu itu kami belum ada kendaraan roda empat. Kemana-mana berempat menunggang motor kesayangan kami. Kalau panas,ya kepanasan, hujan ya kehujanan, sudah jadi romantika. Paling jauh, sesekali ke pantai di kota sebelah, karena kota kami perbukitan yang tak ada pantai.
Tiba-tiba saja kami punya si ijo. Kijang tua, yang enggak tau, seperti tiba-tiba saja ada. Dan tiba-tiba saja kami dimampukan-Nya mulai merambah kota yang lebih jauh. Impian berperjalananpun semakin “liar” di kepala kami. Salah satunya sudah “keturutan” setahun lalu. Saat kami berlima (bersama ibunda juga) menengok mertua dan silaturrahmi dengan saudara di Semarang, dilanjut plesir ke Yogyakarta.Saya takjub melihat binar di mata ibu waktu itu. Beliau begitu semangat menikmati perjalanan, padahal beliau dalam kondisi menderita ostearthritis.
Baca juga : Menikmati Bondowoso, Surga Yang Terserak Di Wonderful Indonesia
Mengapa Yogyakarta begitu istimewa ?
Bagi saya dan suami, Yogya sangat istimewa setidak karena empat hal: budaya, sejarah, suasana dan kuliner. Owww… yang terakhir itu tak boleh dilupakan dong. Suami yang orang Semarang dan masa mudanya (* gleks…emang sekarang dah tua? )biasa blusukan di Yogya bisa menunjukkan dimana tempat-tempat kuliner yang maknyoss tenan. Ajibb!
“Ibu belum puas makan gudeg”
“ya bu, kita akan kembali”
“secepatnya” kata saya penuh keyakinan.
Itu cuplikan pembicaraan dengan ibunda saat kami akan meninggalkan Yogya setelah beberapa hari pelesir di sana. Tampaknya beberapa hari di Yogyakarta, belum memuaskan hasrat jalan-jalan beliau. Kami pun membuat janji, segera akan kembali ke sana. Namun sayang, tampaknya niat tersebut belum bisa terlaksa dalam waktu dekat. Ibunda tengah berjuang melawan osteoarthritisnya yang memburuk, akibat overweight beliau. Ah, ibu cepat sembuh ya. Itu lho Yogya udah awe-awe….
Catatan:
Awe-awe = melambai-lambai
Tulisan ini ikutan GAnya Mak Indah:“MyDreamyVacation”
makasih sudah ikutan Maaak….memang bener-bener tempat impian..Jogja tuh ngangenin lhooo..pengen balik lagi dan lagiii :)..sudah tercatat ya maaak…semoga ibu cepat sembuuuh..cheers..
SukaSuka
Aamiin…amiin semoga maaak. Udah gatel nih kakinya dan lidah udah merindu gudeg maknyosss…ha..ha…thanks juga GA nya ya Mak Indah:) Moga yang ikut makin buannyyyakkk
SukaSuka
duuuhhh Jogja… I miss u soo much. Emang nggak ada matinya Jogja ya mbak, moga2 bisa segera ke Jogjakarta lagi 😉
makasih sudah ikutan GA ini 🙂
SukaSuka
Mbak Muna, terimakasih ya udah mampir di sini:) Iya. Sepertinya banyak sekali yang merindukan Jogja nih 🙂
SukaSuka