Dik Rani Trauma Vaksin :(

Ini bukan tentang efektiv-tidaknya vaksin.
Ini juga bukan hendak memperdebatkan keamanan vaksin
Ini curhat seorang Ibu, yang merasa “kecolongan” akibat vaksin.

Sepulang kantor, sampai di rumah beberapa hari lalu, si anak nomer dua lari menyongsong dan menghambur ke pelukan saya.
“Bunda, tadi di sekolah aku disuntik”, lapornya setengah merengek.
Saya tentu saja kaget, tanpa pemberitahuan, tanpa permintaan ijin sekolah dan puskesmas setempat memvaksin anak saya. Mungkin vaksin difteri, karena tampaknya akhir-akhir ini musim vaksin difteri. Saya bilang mungkin,karena hingga saat ini tidak ada konfirmasi dari pihak sekolah.

“Aku mual, seperti mau muntah”, rengeknya lagi.
“Ya udah, bobo aja ya”, kata saya menenangkan.
Ternyata malamnya Dik Rani batuk-batuk hebat. Nggak panik sih, hanya jengkel aja. apa susahnya sih, sekolah ijin dulu ke orang tua, coba?

Malam itu, setelah menidurkan Dik Rani, saya kontak seorang teman, dokter. Beliau kepala puskesmas di wilayah dimana anak saya sekolah. Saya hanya ingin memastikan benarkah siang tadi ada jadwal vaksin difteri di sekolah anak saya. Ternyata teman saya tadi nggak hapal jadwal hari itu.

Baiklah saya anggap memang vaksin difteri, maka malam itu juga saya browsing efek vaksin tersebut. Mual, memang disebut-sebut sebagai salah satu efeknya, Tetapi Batuk, tidak.

Oke…tenang…tenang. Anggap saja anak saya kebetulan saja batuk. Saya baik sangka saja, toh sebentar juga dia akan membaik.

Yang menjadi kekesalan adalah, ini sudah kali kedua kejadian yang sama. Saya bukan mau memperdebatkan manfaat atau bahaya vaksin. Tetapi yang ingin saya garis bawahi adalah hak dan kewajiban atas anak.

Kalau anak kemudian ada apa-apa pasca vaksin, coba siapa yang bingung? Atau tarulah memang tidak ada masalah apa-apa terkait vaksin tadi, wajar dong kalau orang tua dimintai ijin boleh ndak anaknya disuntik. Heiii come on, ini anak ada orantuanya lhooo.

Meski ini program pemerintah, ayolah coba menghargai orantua. Bukannya sok penting. Tapi hanya ingin memandang dengan proporsional. Saya lihat bukan di sekolah anak saya saja yang memvaksin tanpa pemberitahuan apalagi ijin orangtua. Hampir semua sekolah di daerah saya, sama. Kecuali sekolah si sulung, minimal gurunya sms minta ijin dulu.

Nah, makin sedihnya lagi. Esoknya, esoknya lagi, dan esoknya lagi, dik rani mogok sekolah. Takut disuntik lagi, katanya. Dan setelah saya telusuri, rupanya si kecil sangat jengkel karena merasa dibohongi. Iya, waktu akan divaksin, agar anak-anak bergegas, ada wali murid yang kebetulan menunggui puteranya, mengatakan. “Ayo cepat baris, mau jalan-jalan,nih”, waduhh…makin sedih saya 😦

Sudahlah, ini hanya curhatan seorang ibu. Semoga ada yang membaca tulisan ini dari pihak sekolah. Pemberitahuan dan minta ijin pada orangtua, saya rasa nggak terlalu merepotkan kan?
20130515_103548