Pasca UU 32 Tahun 2009 (Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup); Adakah masa depan lingkungan yang lebih baik?

Pasca pemberlakuan UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ada beberapa hal yang menjadi perhatian saya. Pertama substansi UU tsb, bila coba saya tinjau secara teknis. Pasal demi pasalnya terlihat upaya yang berlapis-lapis untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan yg lebih serius. tengok saja, kebijakan KLHS, Amdal-UKL-UPL yang makin ketat, ancaman sanksi yang sangat berat, dan lain sebagainya. Dari situ sebenarnya ada sebuah optimisme bahwa UU ini akan mampu memproteksi Lingkungan Hidup Indonesia.

Tetapi tunggu dulu,benarkah UU tsb akan cukup efektif ? Dapatkan UU tersebut mencapai tujuannya, atau malah nasibnya tidak jauh beda dengan pendahulunya? Karena bila kita membicarakan pengelolaan lingkungan, maka aspek hukum hanya menjadi salah satu komponen pengelolaan itu sendiri. ada banyak faktor lain yang saling mempengaruhi.

Menurut salah seorang teman, UU 32 th 2009 itu “kemelipen’. alias terlalu tinggi, susah aplikasinya. alasannya? Susah daerah untuk menerapkannya, apalagi bila melihat dari sisi anggaran. Berapa sih budget untuk lingkungan di daerah (bahkan juga di pusat)?

Menggantikan Undang – undang lingkungan nomor 23 tahun 1997, pemberlakuan UU 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bukan tanpa alasan.Kondisi yg melatar-belakangi dikeluarkannya UU ini, menggantikan UU lingkungan yg lama (UU 23 Th 1997) antara lain: pertama ,Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang semakin parah, dalam kurun wkt 12 tahun (masa UU 23/1997); kedua, Issu lingkungan internasional (maupun nasional) yang makin berkembang.

Lalu, apa hal baru yang termuat dalam UU 32/2009 yang berbeda dari UU sebelumnya? yang sangat penting adalah perubahan definisi pencemaran lingkungan hidup. Versi UU 23/1997, pencemaran LH adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lainnya ke dalam kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan Lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Nah, definisi ini oleh banyak kalangan dinilai lemah (terutama akibat kata : “….lingkungan tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya), sulit pembuktiannya bila masuk ranah hukum sehingga banyak kasus hukum yang penyelesaiannya dianggap tidak memuaskan.

Dalam UU yang beru, pengertian diatas berubah menjadi : pencemaran LH adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lainnya ke dalam kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup. definisi yang baru ini dinilai lebih jelas batasannya yaitu baku mutu lingkungan. Harapannya tentu, mempermudah pembuktian pencemaran. Beberapa hal lain yang baru misalnya : Kebijakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis/ KLHS, Penyusun AMDAL harus bersertifikat, Izin Lingkungan, dll.

Dengan banyaknya hal baru yang diamanatkan UU 32/2009, yang kesemuanya dapat disimpulkan sebagai upaya memperketat perlindungan terhadap lingkungan, akankah UU ini mencapai tujuannya? Pertanyaan ini mengemuka, mengingat hingga saat ini dirasakan ada berbagai kendala dalam pelaksanaan UU 32/2009 di antaranya:

– Peraturan pelaksana belum tersedia; sampai saat ini ada bbrp hal yang memerlukan peraturan pelaksana teknis (PP/Kepmen)yang belum tersedia, misalnya ttg KLHS
-SDM;UU 32 mengisyaratkan kualifikasi SDM yang terlibat didalamnya. Misalnya, dalam hal penyusunan AMDAl konsultan harus ber sertifikat. Pada kenyataannya hingga saat ini, tingkat kelulusan dari sekian banyak peserta yang mengikuti ujian sertifikasi penyusun AMDAL masih sangat rendah.
last but not least.….BUDGET. Yang satu ini bukan segalanya namun PENTING. Sudah bukan rahasia jika anggaran untuk lingkungan hidup sangat minim. Hampir di semua Daerah (Kab/Kota, Provinsi) bahkan juga di Pusat.

Di antara beberapa kendala, semoga tidak mengendurkan nyali para pelaku UU ini, di terutama di kalangan pemerintahan. Juga bagi kalangan pelaku industri, hendaknya tidak mencoba-coba menyalahi amanat UU ini bukan hanya karena sanksi hukumnya yang sangat berat, namun di atas itu, karena kesadaran untuk mewariskan masa depan bumi yang lebih baik bagi anak cucu kita. Semoga.

Tinggalkan komentar